5.MANUSIA DAN KEINDAHAN
Kata keindahan berasal dari kata indah,
artinya bagus, permai, cantik, elok, molek, dan sebagainya. Benda yang
mempunyai sifat indah ialah segala hasil seni, pemandangan alam, manusia,
rumah, tatanan, perabot rumah tangga, suara, wama, dan sebaginya. Kawasan
keindahan bagi manusia sangat luas, seluas keanekaragaman manusia dan sesuai
pula dengan peikembangan peradaban teknologi, sosial, dan budaya. Karena itu
keindahan dapat dikatakan, bahwa keindahan merupakan bagian hidup manusia.
Keindahan tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dimanapun kapan pun dan
siapa saja dapat menikmati keindahan.
Keindahan juga bersifat universal, artinya
tidak terikat oleh selera perseorangan, waktu dan tempat, selera mode,
kedaerahan atau lokal.
a.
APAKAH
KEINDAHAN ITU ?
Sebenamya sulit bagi kita untuk menyatakan
apakah keindahan itu. Keindahan itu suatu konsep abstrak yang tidak dapat
dinikmati karena tidak jelas. Keindahan itu barn jelas jika telah dihubungkan
dengan sesuatu yang berwujud atau suatu karya. Dengan kata lain keindahan itu
barn dapat dinikmati jika dihubungkan dengan suatu bentuk. Dengan bentuk itu
keindahan dapat beikomunikasi. Jadi, sulit bagi kita jika berbicara mengenai
keindahan, tetapi jelas bagi kita jika berbicara mengenai sesuatu yang indah.
Keindahan hanya sebuah konsep, yang bam beikomunikasi setelah mempunyai bentuk,
misalnya lukisan, pemandangan alam, tubuh yang molek, film, nyanyian.
Menumt The Liang Gie dalam bukunya “Garis
besar estetika”. Menurut asal katanya, dalam bahasa Inggris keindahan itu
diteijemahkan dengan kata “beutiful” dalam bahasa Perancis “beau”, sedang
Italia dan spanyol “bello” berasal dari kata latin “bellum”. Akar katanya
adalah “bonum” yang berarti kebaikan, kemudian mempunyai bentuk pengecilan
menjadi “bonellum” dan terakhir diperpendek sehingga ditulis “bellum
Menumt cakupannya orang hams membedakan
antara keindahan sebagai suatu kwalita abstrak dan sebagai sebuah benda
tertentu yang indah. Untuk perbedaan ini dalam bahasa Inggris sering
dipergunakan istilah beauty (keindahan) dan the beautiful (benda atau hal yang
indah). Dalam pembatasan filsafat kedua pengertian itu kadang-kadang
dicampuradukkan saja. Disamping itu terdapat pula perbedaan menumt luasnya
pengertian, yakni :
a)
keindahan dalam arti yang luas
b)
keindahan dalam arti estetis mumi
c)
keindahan dalam arti terbatas dalam hubungannya
dengan penglihatan
Keindahan dalam arti luas mempakan
pengertian semula dari bangsa Yunani dulu yang didalamnya tercakup pula
kebaikan. Plato misalnya menyebut tentang watak yang indah dan hukum yang
indah, sedang Aristoteles merumuskan keindahan sebagi sesuatu yang selain baik
juga menyenangkan. Plotinus menulis tentang ilmu yang indah dan kebajikan yang
indah. Orang Yunani dulu berbicara pula mengenai buah pikiran yang indah dan
adat kebiasaan yang indah. Tapi bangsa Yunani juga mengenai pengenian keindahan
dalam arti estetis yang disebutnya ‘symmetria’ untuk keindahan berdasarkan
penglihatan ( misalnya pada karya pahat dan arsitektur) dan harmonia untuk
keindahan berdasarkan pendengaran (musik). Jadi pengertian keindahan yang seluas-luasnya
meliputi :
-
keindahan seni
-
keindahan alam
-
keindahan moral
-
keindahan intelektual
Keindahan dalam arti estetis mumi
menyangkut pengalaman estetis dari seseorang dalam hubungannya dengan segala
sesuatu yang dicerapnya. Sedang keindahan dalam arti teibatas lebih disempitkan
sehingga hanya menyangkut benda-benda yang dicerapnya dengan penglihatan, yakni
berupa keindahan dari bentuk dan wama.
Dari pembagian dan
pembedaan terhadap keindahan diatas, masih belum jelas apakah sesungguhnya
keindahan itu. Ini memang merupakan suatu persoalan filsafati yang jawabannya
beraneka ragam. Salah satu jawaban mencari ciri-ciri umum yang ada pada semua
benda yang dianggap indah dan kemudian menyamakan ciri-ciri atau kwalita hakiki
itu dengan pengeitian keindahan. Jadi keindahan pada dasamya adalah sejumlah
kwalita pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal. Kwalita yang paling sering
disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan
(symmetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast).
Dari ciri itu dapat
diambil kesimpulan, bahwa keindahan tersusun dari berbagai keselarasan dan
kebaikan dari garis, wama, bentuk, nada dan kata-kata. Ada pula yang
berpendapat, bahwa keindahan adalah suatu kumpulan hubungan-hubungan yang
selaras dalam suatu benda dan di antara benda itu dengan si pengamat.
Filsuf dewasa ini merumuskan keindahan
sebagai kesatuan hubungan yang terdapat antara pencerapan-pencerapan inderawi
kita (beaty is unity of formal relations of our sense perceptions).
Sebagian filsuf lain menghubungan
pengertian keindahan dengan ide kesenangan (pleasure), yang merupakan sesuatu
yang menyenangkan terhadap penglihatan atau pendengaran. Filsuf abad
pertengahan Thomas Aquinos (1225-1274) mengatakan, bahwa keindahan adalah
sesuatu yang menyenangkan bilamana dilihat.
Temyata untuk menjawab
“apakah keindahan itu” banyak sekali jawabannya. Karena itu dalam estetika
modem orang lebih suka berbicara tentang seni dan dan pengalaman estetik,
karena ini bukan pengalaman abstrak melainkan gejala konkret yang dapat
ditelaah dengan pengamatan secara empirik dan penguraian yang sistematik.
b.
NILAI ESTETIK
Dalam rangka teori
umum tentang nilai The Liang gie menjelaskan bahwa pengertian keindahan
dianggap sebagai salah satu jenis nilai seperti hal nya nilai moral, nilai
ekonomik, nilai pendidikan, dan sebagainya. Nilai yang beihubungan dengan
segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetik.
Masalahnya sekarang ialah : apakah nilai
estetik itu ? dalam bidang filsafat, istilah nilai seringkali dipakai sebagai
suatu kata benda abstrak yang berarti keberhargaan (worth) atau kebaikan
(goodness). Dalam dictionary of sociology and related sciences diberikan
perumusan tentang value yang lebih terinci lagi sebagai berikut :
“The believed capacity of any object to
satisfy a human desire. The quality of any abject which causes it to be on
interest to an individual or a group”. ( kemampuan yang dipercaya ada pada
sesuatu benda untuk memuaskan suatu keinginan manusia. Sifat dari sesuatu benda
yang menyebabkan menarik minat seseorang atau sesuatu golongan).
Menurut kamus itu selanjutnya nilai adalah
semata-mata suatu realita psikologis yang hams dibedakan secara tegas dari
kegunaan, karena terdapat dalam jiwa manusia dan bukan pada bendanya itu
sendiri. Nilai itu oleh orang dipercaya terdapat pada sesuatu benda sampai
teibukti ketakbenarannya.
Tentang nilai itu ada yang membedakan
antara nilai subyektif dan nilai obyektif, atau ada yang membedakan nilai
perseorangan dan nilai kemasyarakatan. Tetapi penggolongan yang penting adalah
nilai ekstrinsik dan nilai instrinsik.
Nilai ekstrinsik
adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau sarana untuk sesuatu hal
lainnya (instrumental/contributory value), yakni nilai yarfg bersifat sebagai
alat atau membantu.. Nilai instrinsik adalah sifat baik dari benda yang
bersangkutan, atau sebagai suatu tujuan, ataupun demi kepentingan benda itu
sendiri.
Contoh :
(1) puisi
bentuk puisi yang terdiri dari bahasa, diksi, baris, sajak, irama, itu disebut
nilai ekstrinsik. Sedangkan pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca melalui
(alat benda) puisi itu disebut nilai instrinsik.
(2) Tan,
tarian Damarwulan-minakjinggo suatu tarian yang halus dan kasar dengan segala
macam jenis pakaian dan gerak-geriknya.
Tarian itu mempakan nilai
ekstrinsik, sedangkan pesan yang ingin disampaikan oleh tarian itu ialah
kebaikan melawan kejahatan mempakan nilai instrinsik.
c.
KONTEMPLASI DAN EKSTANSI
Keindahan dapat dinikmati menumt selera
seni dan selera biasa. Keindahan yang didasarkan pada selera seni didukung oleh
faktor kontemplasi dan ekstansi. Kontemplasi adalah dasar dalam diri manusia
untuk menciptakan sesuatu yang indah. Ekstansi adalah dasar dalam diri manusia
untuk menyatakan, merasakan dan menikmati sesuatu yang indah. Apabila kedua dasar
ini dihubungkan dengan bentuk di luar diri manusia, maka akan teijadi penilaian
bahwa sesuatu itu indah. Sesuatu yang indah itu memikat atau menarik perhatian
orang yang melihat, mendengar. Bentuk diluar diri manusia itu berupa karya
budaya yaitu karya seni lukis, seni suara, seni tari, seni sastra, seni drama
dan film, atau berupa ciptaan Tuhan misalnya pemandangan alam, bunga wama-wami,
dan lain-lain.
Apabila kontemplasi dan ekstansi itu
dihubungkan dengan kreativitas, maka kontemplasi itu faktor pendorong untuk
menciptakan keindahan, sedangkan ekstansi itu mempakan faktor pendorong utuk
merasakan, menikmati keindahan. Karena drajad kontemplasi dan ekstansi itu
berbeda-beda antara setiap manusia, maka tanggapan teihadap keindahan kaiya
seni juga berbeda-beda. Mungkin orang yang satu mengatakan karya seni itu
indah, tetapi orang lain mengatakan karya seni itu tidak/kurang indah, karena
selera seni berlainan.
Bagi seorang seniman
selera seni lebih dominan dibandingkan dengan orang bukan seniman. Bagi orang bukan
seniman mungkin faktor ekstansi lebih meoonjol. Jadi, ia lebih suka menikmati
karya seni daripada menciptakan karya seni. Dengan kata lain, ia hanya mampu
menikmati keindahan tetapi tidak mampu menciptakan keindahan.
d.
APA SEBAB MANUSIA MENCIPTAKAN KEINDAHAN ?
Keindahan itu pada dasamya adalah
alamiah. Alam ciptaan Tuhan. Ini berarti bahwa keindahan itu ciptaan Tuhan.
Alamiah artinya wajar, tidak berlebihan tidak pula kurang. Kalau pelukis
melukis wanita lebih cantik dari keadaan sebenamya, justm tidak indah. Bila
ada pemain drama yang beriebih-lebihan; misalnya marah dengan
meluap-luap padahal masalahnya kecil, atau karena kehilangan sesuatu yang tidak
berharga kemudiah menangis meraung-raung, itu berarti tidak indah.
Pengungkapan keindahan
dalam karya seni didasari oleh motivasi tertentu dan dengan tujuan tertentu
pula. Motivasi itu dapat berupa pengalaman atau kenyataan mengenai penderitaan
hidup manusia, mengenai kemerosotan moral, mengenai perubahan nilai-nilai dalam
masyarakat, mengenai keagungan Tuhan, dan banyak lagi lainnya. Tujuannya tentu
saja dilihat dari segi nilai kehidupan manusia, martabat manusia, kegunaan bagi
manusia secara kodrati. Berikut ini akan dicoba menguraikan alasan/motivasi dan
tujuan seniman menciptakan keindahan.
(1) Tata
nilai yang telah usang
Tata nilai yang
terjelma dalam adat istiadat ada yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan,
sehingga dirasakan sebagai hambatan yang memgikan dan mengorbankan nilai-nilai
kemanusiaan, misalnya kawin paksa, pingitan, derajad wanita lebih rendah dari
derajad laki-laki. Tata nilai semacam ini dipandang sebagai mengurangi nilai
moral kehidupan masyarakat, sehingga dikatakan tidak indah. Yang tidak indah
harus disingkirkan dan digantikan dengan yang indah. Yang indah ialah tata
nilai yang menghargai dan mengangkat martabat manusia, misalnya wanita.
Hal ini menjadi tema
para sastrawan zaman Balai Pustaka, dengan tujuan untuk merubah keadaan dan
memperbaiki nasib kaum wanita. Sebagai contoh novel yang menggambarkan keadaan
ini ialah “layar terkembang” oleh Sutan Takdir Alisyahbana, “Siti Nurbaya” oleh
Marah Rusli.
(2) Kemerosotan
Zaman
Keadaan yang
merendahkan derajad dan nilai kemanusiaan ditandai dengan kemerosotan moral.
Kemerosotan moral dapat diketahui dari tingkah laku dan perbuatan manusia yang
bejad terutama dari segi kebutuhan seksual. Kebutuhan seksual ini dipenuhinya
tanpa menghiraukan ketentuan-ketentuan hukum agama, dan moral masyarakat. Yang
demikian itu dikatakan tidak baik, yang tidak baik itu tidak indah. Yang tidak
indah itu harus disingkirkan melalui prates yang antara lain diungkapkan dalam
karya seni.
Sebagai contoh ialah
karya seni berupa sanjak yang dikemukakan oleh W.S.Rendra bequdul “Bersatulah
Pelacur-pelacur Kota Jakarta”. Di sini pengarang memprotes perbuatan bejad para
pejabat, yang merendahkan derajad wanita dengan mengatakan sebagai inspirasi
revolusi, tetapi tidak lebih dari pelacur. Sajaknya sebagai berikut :
Pelacur-pelacur kota Jakarta dari kelas tinggi dan kelas rendah telah
diganyang telah diburu-buru
mereka kecut keder
terhina
dan tersipu-sipu sesalkan mana yang mesti kau sesalkan tapi jangan kau klewat
putus asa dan kau relakan dirimu dibikin korban
wahai pelacur-pelacur kota Jakarta sekarang bangkitlah sanggul kembali
rambutmu karena setelah menyesal datanglah kini giliranmu bukan untuk membela
diri melulu tapi untuk lancaikan serangan karena
sesalkan
mana yang mesti kau sesalkan tapi jangan kau rela dibikin korban
Sarinah
katakan kepada mereka
bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri
bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu
tentang peijuangan nusa bangsa
dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal
ia sebut kau inspirasi revolusi
sambil ia
buka kutangmu
dan kau, Dasima
kabarkan kepada rakyat
bagaimana para pemimpin revolusi
bicara tentang kemakmuran dan api revolusi
sambil celananya basah
dan tubuhnya lemas
teikapar di sampingmu
ototnya
keburu tak berdaya
politisi dan pegawai tinggi adalah culak yang rapi kongres-kongres dan
konperensi
tak
pemah berjalan tanpa kalian kalian tak pemah bisa bilang “tidak” lantaran kelaparan
yang menakutkan kemiskinan yang mengekang dan telah lama sia-sia cari kerja
ijazah
sekolah tanpa guna para kepala jawatan akan membuka kesempatan kalau kau
membuka paha sedang diluar pemerintahan pemsahaan-perusahaan macet lapangan
kerja tak ada revolusi para pemimpin adalah revolusi dewa-dewa mereka berjuang
untuk sorga dan tidak untuk bumi
revolusi dewa-dewa tak pemah menghasilkan lebih banyak lapangan keija
bagi rakyatnya
kalian adalah sebagain kaum penganggur
yang mereka ciptakan
namun
sesalkan
mana yang mesti kau sesalkan tapi jangan klewat putus asa dan kau rela dibikin
korban
pelacur-pelacur kota Jakarta beihentilah tersipu-sipu ketika kubaca
dikoran
bagaimana badut-badut mengganyang kalian menuduh kalian sumber bencana
negara aku jadi murka kalian adalah temanku ini tidak bisa dibiarkan
astaga
mulut-mulut
badut mulut-mulut yang latah bahkan sex mereka berpolitikkan
saudari-saudariku membubarkan kalian
tidak
semudah membubarkan partai politik mereka harus beri kalian keija mereka harus
pulihkan derajat kalian mereka harus ikut memikul kesalahan
saudari-saudariku ambillah galah
kibaikan kutang-kutangmu di ujungnya araklah keliling kota
sebagai
panji-panji yang telah mereka nodai kini giliranmu menuntut katakanlah kepada
mereka menganjurkan mengganyang pelacur adalah omong kosong
pelacur-pelacur kota Jakarta saudari-saudariku jangan melulu keder
pada lelaki dengan mudah
kalian
bisa telanjangi kaum palsu naikkan tarifmu dua kali dan mereka akan kelabakan
mogoklah satu bulan dan mereka akan puyeng lalu mereka akan jina dengan istri
sudaranya.
(3) penderitaan
manusia
Banyak faktor yang membuat manusia itu
menderita. Tetapi yang paling menentukan ialah faktor manusia itu sendiri.
Manusialah yang membuat orang menderita sebagai akibat nafsu ingin berkuasa,
serakah, tidak beihati-hati dan sebagainya.
Keadaan demikian ini
tidak mempunyai daya tank dan tidak menyenangkan, karena nilai kemanusiaan
telah diabaikan, dan dikatakan tidak indah. Yang tidak indah itu harus
dilenyapkan karena tidak bermanfaat bagi kemanusiaan.
(4) Keagungan
Tuhan
Keagungan Tuhan dapat
dibuktikan melalui keindahan alam dan keteraturan alam semesta serta
kejadian-kejadian alam. Keindahan alam merupakan keindahan mutlak ciptaan
Tuhan. Manusia hanya dapat meniru saja keindahan ciptaan Tuhan itu.
Seindah-indah tiruan terhadap ciptaan Tuhan, tidak akan menyamai keindahan
ciptaan Tuhan itu sendiri. Kecantikan seorang wanita ciptaan Tuhan membuat
kagum seniman Leonardo da Vinci. Karena itu ia berusaha meniru ciptaan Tuhan
dengan melukis Monalisa sebagai wanita cantik. Lukisan monalisa sangat terkenal
karena menarik dan tidak membosankan.
d.
KEINDAHAN
MENURUT PANDANGAN ROMANTIK
Dal am buku AN Essay on
Man (1954), Ems Cassirer mengatakan bahwa arti keindahan tidak bisa pemah
selesai diperdebatkan. Meskipun demikian, kita dapat menggunakan kata-kata
penyair romantik John Keats (1795-1821) sebagai pegangan. Dalam Endymion dia
betkata :
A thing of beuty is a joy forever
its loveliness iscreases; it wil never pass into
nothingness
Dia mengatakan, bahwa sesuatu yang indah adalah keriangan
selama-lamanya, kemolekannya bertambah, dan tidak pemah berlalu ke ketiadaan.
Dari sini kita mengetahui bahwa keindahan hanyalah sebuah konsep yang bam
berkomunikasi setelah mempunyai bentuk. Karena itu dia tidak berbicara langsung
mengenai keindahan, akan tetapi sesuatu yang indah.
Dalam sajak di atas,
Keats mengambil bahannya dari Endymion yang terdapat dalam mitologi Yunani
kuno. Endymion dalam mitologi itu sendiri merupakan penjabaran dari konsep
keindahan pada jaman Yunani kuno. Menurut mitologi Yunani ini, Endymion adalah
seorang gembala yang oleh para dewa diberi keindahan abadi. Dia selalu muda,
selamanya tidur, dan tidak pemah diganggu oleh siapapun.
Menumt Keats, orang yang mempunyai konsep
keindahan hanya tertentu jumlahnya. Mereka mempunyai negatif capability, yaitu
kemampuan untuk selalu dalam keadaan ragu-ragu, tidak menentu dan misterius
tanpa mengganggu keseimbangan jiwa dan tindakannya hanya pikiran dan hatinya
yang selalu diliputi keresahan.
Mengenai keindahan, Coleridge mengutip
Shakespeare (1564-1616) dalam karyanya midsummer night: Thing base and vile
holding no quality/ love can transpose to form and dignity”, yaitu sesuat yang
rendah dan tidak menpunyai nilai, dapat berubah dan menjadi berarti. Inilah
yang menggelisahkan Coleridge. Dia menggunakan tembakau sebagai contoh: karena
kekuatan kebiasaanlah, maka tembakau yang sebenamya tidak enak dapat menjadi
nikmat. Pembahan ini dapat mempengaruhi imajinasi: dengan merasakan nikmatnya
tembakau maka dalam angan-angan seseorang, segala sesuatu yang beihubungan
dengan tembakau dapat menjadi indah. Coleridge melihat, bahwa kebiasaan
mempunyai akibat teihadap daya tangkap teihadap sesuatu yang indah, dan karena
itu juga dapat mempengaruhi konsep keindahan seseorang.
Kegelisahan Coleridge ini tercermin dalam
“Frost at midnight (1798), sebuah sanjak mengenai salju tipis yang turun di
tengah malam. Salju inilah yang baginya merupakan hal sesaat. Jatuhnya salju
ini mengingatkan Coleridge pada dusunnya yang penuh sesak orang Disini proses
imajinasinya mulai tumbuh. Kemudian keadaan dusun yang penuh sesak ini melompat
ingatannya pada masa kanak-kanak. maka terbentuklah konsep keindahan, disini:
kesepihan, kesendirian, dan ketidakbeidosaan (innocence) anak kecil adalah
keindahan. Keindahan adalah sublimasi yang terjadi karena kebebasan menyendiri
dan hikmah ketidakberdosaan.
Selanjutnya Keats membedakan antara orang
biasa dan seniman, dan antara seniman biasa dan seniman yang baik yang dapat
inencipta sesuatu yang indah menurut dia. Pada sesuatu kesempatan ia melihat
lukisan “Death on the Pale Horse”, karya pelukis West, misalnya, yaitu mengenai
seseorang yang mati di atas kuda yang pucat, dia langsung berpendapat bahwa
West bukanlah seniman yang baik. Menurut Keats, West tidak mempunyai cukup
negative capability.
Pada hakekatnya negative capability
adalah suatu proses. Keraguan, ketidaktentuan dan misteri adalah suatu proses.
Proses inilah yang membuat seseorang menjadi kreatif. Orang yang tidak
mempunyai negative capability tidak akan kreatif, karena segala sesuatu baginya
sudah jelas, tidak menimbulkan keraguan dan tidak merupakan misteri. Bagi
Keats, proses kreativitas identik dengan peijuangan untuk menciptakan
keindahan, atau lebih tepatnya, menciptakan sesuatu yang indah. Ini terlihat
antara lain pada sanjaknya sendiri, “Endymon”, yang mempunyai banyak kesalahan.
Sekalipun dalam sanjak ini dia dapat membuat batasan mengenai sesuatu yang
indah, akan tetapi dia merasa sanjak ini temyata bukan sanjak yang indah dan dengan
demikian tidak beihasil mengungkapkan keindahan sendiri. Padahal pembaca sanjak
itu segera mempunyai konsensus bahwa Endymon lambang keindahan, meskipun Keats
sendiri sanjak nya gagal.
Mengenai burung bul-bul, suatu hari Keats
duduk di kursi malas di bahwah pohon, kemudian tertidur. Beberapa saat
terbangun, dan merasa mendengar suara burung bul-bul. Imajinasinya langsung
bekerja, dan langsung membentuk konsep keindahan. Menulislah ia, bahwa didunia
ini “beauty cannot keep her lustors eyes”, yaim keindahan tidak dapat
menyembunyikan mata yang bersinar-sinar.
Ada persamaan hakiki
antara J.Keats dan Coleridge dalam menanggapi hal-hal sesaat. Bagi mereka
hal-hal sesaat adalah pelatuk yang meledakkan imajinasi dan imajinasi ini
langsung membentuk keindahan.
Renungan berasal dari kata renung;
artinya diam-diam memikiikan sesuatu, atau memikirkan sesuatu dengan
dalam-dalam. Renungan adalah hasil merenung. Dalam merenung nntuk menciptakan seni ada beberapa
teori. Teori-teori itu ialah : teori pengungkapan, teori metafisik dan teori
psikologik.
(a) .
TEORI PENGUNGKAPAN
Dalil dari teori ini ialah bahwa “Art is
an expression of human feeling” ( seni adalah suatu pengungkapan dari perasaan
manusia ). Teori ini terutama bertalian dengan apa yang dialami oleh seorang
ieniman ketika menciptakan suatu karya seni.
Tokoh teori ekspresi yang paling terkenal
ialah filsuf Italia Benedeto Croce (1886-1952) dengan karyanya yang telah
diteijemahkan kedalam bahasa Inggris “aesthetic as Science of Expresion and
General Linguistic”. Beliau antara lain menyatakan bahwa “art is expression of
impressions” (Seni adalah pengungkapan dari kesan-kesan) Expression adalah sama
dengan intuition. Dan intuisi adalah pengetahuan intuitif yang diperoleh
melalui penghayatan tentang hal-hal individuil yang menghasilkan gambaran
angan-angan (images). Dengan demikian pengungkapan itu berwujud pelbagai
gambaran angan-angan seperti misalnya images wama, garis dan kata. Bagi
seseorang pengungkapan berarti menciptakan seni dalam dirinya tanpa peiiu adanya
kegiatan jasmamah keluar. Pengalaman estetis seseorang tidak lain adalah
ekspresi dalam gambaran angan-angan.
Seorang tokoh lainnya
dari teori pengungkapan adalah Leo Tolstoi dia menegaskan bahwa kegiatan seni
adalah memunculkan dalam diri sendiri suatu perasaan yang seseorang telah
mengalaminya dan setelah memunculkan itu kemudian dengan perantaraan pelbagai
gerak, garis, wama, suar dan bentuk yang diungkapkan dalam kata-kata
memindahkan perasaan itu sehingga orang-orang mengalami perasaan yang sama.
(b) .
TEORI METAFISIK
Teori seni yang bercorak metafisis
mempakan salah satu teori yang tertua, yakni berasal dari Plato yang
karya-karya tulisannya untuk sebagian membahas estetik filsafati, konsepsi
keindahan dan teori seni. Mengenai sumber seni Plato mengemukakan suatu teori
peniruan (imitation theory). Ini sesuai dengan metafisika Plato yang
mendalilkan adanya dunia ide pada taraf yang tertinggi sebagai realita Ilahi.
Pada taraf yang lebih rendah terdapat realita duniawi ini yang merupakan
cerminan semu dan mirip realita ilahi itu. Dan karya seni yang dibuat manusia
hanyalah mempakan mimemis (tiruan) dari realita duniawi Sebagai contoh Plato
mengemukakan ide Ke-ranjangan yang abadi, asli dan indah sempuma ciptaan Tuhan.
Kemudian dalam dunia ini tukang kayu membuat ranjang dari kayu yang merupakan
ide tertinggi ke-ranjangan-an itu. Dan akhimya seniman menim ranjang kayu itu
dengan menggambarkannya dalam sebuah lukisan. Jadi karya seni adalah tiruan
dari suatu tiruan lain sehingga bersifat jauh dari kebenaran atau dapat
menyesatkan. Karena itu seniman tidak mendapat tempat sebagai warga dari negara
Republik yang ideal menurut Plato.
Dalam jaman modem
suatu teori seni lainnya yang juga bercorak metafisis dikemukakan oleh filsuf
Arthur Schopenhauer (1788-1860). Menurut beliau seni adalah suatu bentuk dari
pemahaman terhadap realita. Dan realita yang sejati adalah suatu keinginan
(will) yang sementara. Dunia obyektif sebagai ide hanyalah wujud luar dari
keinginan itu. Selanjutnya ide-ide itu mempunyai perwujudan sebagai benda-benda
khusus. Pengetahuan sehari-hari adalah pengetahuan praktis yang bertiubungan
dengan benda-benda itu. Tapi ada pengetahuan yang lebih tinggi kedudukannya,
yakni yang diperoleh bilamana pikiran diarahkan kepada ide-ide dan
merenungkannya demi ide-ide itu sendiri. Dengan melalui perenungan semacam ini
lahirlah karya seni. Seniman besar adalah seseorang yang mampu dengan
perenungannya itu menembus segi-segi praktis dari benda-benda disekelilingnya
dan sampai pada maknanya yang dalam, yakni memahami ide-ide dibaliknya.
Teori-teori metafisis
dari para filsuf yang bergerak diatas taraf manusiawi dengan konsepsi-konsepsi
tentang ide tertinggi atau kehendak semesta umumnya tidak memuaskan, karena
terlampau abstrak dan spekulatif. Sebagian ahli estetik dalam abad modem
menelaah teori-teori seni dari sudut hubungan karya seni dan alam pikiran
penciptanya dengan mempergunakan metode-metode psikologis. Misalnya berdasaikan
psikoanalisa dikemukakan teori bahwa proses penciptaan seni adalah pemenuhan
keinginan-keinginan bawah sadar dari seseorang seniman. Sedang karya seninya
itu merupakan bentuk terselubung atau diperhalus yang diwujudkan keluar dari
keinginan-keinginan itu.
Suatu teori lain
tentang sumber seni ialah teori permainan yang dikembangkan oleh Freedrick
Schiller (1757-1805) dan Herbert Spencer (1820-1903). Menurut Schiller, asal
mula seni adalah dorongan batin untuk bermain-main (play impulse) yang ada
dalam diri seseorang. Seni merupakan semacam permainan menyeimbangkan segenap
kemampuan mental manusia berhubungan dengan adanya kelebihan energi yang harus
dikeluaikan. Bagi Spencer, permainan itu berperanan untuk mencegah
kemampuan-kemampuan mental manusia menganggur dan kemudian menciut karena
disia-siakan. Seseorang yang semakin meningkat taraf kehidupannya tidak memakai
habis energinya untuk kepeiiuan sehari-hari, kelebihan tenaga itu lalu
menciptakan kebutuhan dan kesempatan untuk melakukan rangkaian permainan yang
imaginatif dan kegiatan yang akhimya menghasilkan karya seni. Teori permainan
tentang seni tidak sepenuhnya diterima oleh para ahli estetik. Keberatan pokok
yang dapat diajnkan ialah bahwa permainan merupakan
suatu kreasi, padahal seni adalah kegiatan yang serius dan pada dasamya
kreatif.
Sebuah teroi lagi yang dapat dimasukkan
dalam teori psikologis ialah teori penandaan (signification Theory) yang
memandang seni sebagi suatu lambang atau tanda dari perasaan manusia. Simbol
atau tanda yang menyerupai atau mirip dengan benda yang dilambangkan disebut
iconic sign (tanda serupa), misalnya tanda lalu lintas yang memperingatkan
jalan yang berbelok-belok dengan semacam huruf Z adalah suatu tanda yang serupa
atau mirip dengan keadaan jalan yang dilalui. Menumt teori penandaan itu karya
seni adalah iconic signs dari proses psikologis yang berlangsung dalam diri
manusia, khususnya tanda-tanda dari perasaannya. Sebagai contoh sebuah lagu
dengan irama naik turun dan alunan cepat lambat serta akhimya beihenti adalah
simbol atau tanda dari kehidupan manusia dengan pelbagai perasaannya yang ada
pasang atau sumt serta tergesa-gesa atau santainya dan ada akhimya.
Keserasian berasal dari
kata serasi dan dan kata dasar rasi, artinya cocok, kena benar, dan sesuai
benar. Kata cocok, kena dan sesuai itu mengandung unsur perpaduan,
pertentangan, ukuran dan seimbang.
Dalam pengertian
perpaduan misalnya, orang berpakaian hams dipadukan wamanya bagian atas dengan
bagian bawah. Atau disesuaikan dengan kulitnya. Apabila cara memadu itu kurang
cocok, maka akan memsak pemandangan. Sebaliknya, bila serasi benar akan membuat
orang puas karenanya. Atau orang yang berkulit hitam kurang pantas bila memakau
baju wama hijau, karena wama itu justm menggelapkan kulitnya.
Pertentanganpun
menghasilkan keserasian. Misalnya dalam dunia musik, pada hakekatnya irama yang
mengalun itu mempakan pertentangan suara tinggi rendah, panjang pendek, dan
keras lembut.
Karena itu dalam keindahan ini, sebagian
ahli pikir menjelaskan, bahwa keindahan pada dasamya adalah sejumlah kualitas /
pokok tertentu yang terdapat pada sesuatu hal. Kualita yang paling sering
disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (hamiony), kesetangkupan
(symetry), keseimbangan (balance), dan keterbalikan (contrast). Selanjutnua
dalam hal keindahan itu dikatakan tersusun dari berbagai keselarasan dan
keterbalikan dari garis, wama, bentuk, nada dan kata-kata. Tetapi ada pula yang
berpendapat bahwa keindahan adalah suatu kumpulan hubungan yang serasi dalam
suatu benda dan diantara benda itu dengan si pengamat.
Filsuf Ingris Herbert
Read merumuskan definisi, bahwa keindahan adalah kesatuan dan hubungan-hubungan
bentuk yang terdapat di antara pencerapan-pencerapan inderawi kita (beauti is
unity of formal relations among our sence-perception). Pendapat lain menganggap
pengalaman estetik suatu keselarasan dinamik dari perenungan yang menyenangkan.
Dalam keselarasan itu seseorang memiliki perasaan-perasaan seimbang dan tenang,
mencapai cita rasa akan sesuatu yang terakhir dan rasa hidup sesaat di
tempat-tempat kesempumaan yang dengan senang hati ingin diperpanjangnya.
(a). TEORI OBYEKTIF DAN TEORI
SUBYEKTIF
The Liang Gie dalam
bukunya garis besar estetika menjelaskan, bahwa dalam mencipta seni ada dua
teori yakni teori obyektif dan teori subyektif.
Salah satu persoalan
pokok dari teori keindahan adalah mengenai sifat dasar dari keindahan. Apakah
keindahan mempakan sesuatu yang ada pada benda indah atau hanya terdapat dalam
alam pikiran orang yang mengamati benda tersebut. Dari persoalan-persoalan
tersebut lahirlah dua kelompok teori yang teikenal sebagai teori obyektif dan
teori subyektif.
Pendukung teori
obyektif adalah Plato, Hegel dan Bernard Bocanquat, sedang pendukung teori
subyektif ialah Henry Home, Earlof Shaffesbury, dan Edmund Burice.
Teori obyektif beipendapat, bahwa
keindahan atau ciri-ciri yang mencipta nilai estetik adalah sifat (kualita)
yang memang telah melekat pada bentuk indah yang bersangkutan, teriepas dari
orang yang mengamatinya. Pengamatan orang hanyalah mengungkapkan sifat-sifat
indah yang sudah ada pada sesuatu benda dan sama sekali tidak berpengamh untuk
menghubungkan. Yang menjadi masalah ialah ciri-ciri khusus manakah yang membuat
sesuatu benda menjadi indah atau dianggap bemilai estetik, salah satu jawaban
yang telah diberikan selama berabad-abad ialah perimbangan antara bagian-bagian
dalam benda indah itu. Pendapat lain menyatakan, bahwa nilai estetik itu
tercipta dengan terpenuhinya asas-asas tertentu mengenai bentuk pada sesuatu
benda.
Teori subyektif, menyatakan bahwa
ciri-ciri yang menciptakan keindahan suatu benda itu tidak ada, yang ada hanya
perasaan dalam diri seseorang yang mengamati sesuatu benda. Adanya keindahan
semata-mata tergantung pada pencerapan dari si pengamat itu. Kalaupun
dinyatakan bahwa sesuatu benda mempunyai nilai estetik, maka hal itu diartikan
bahwa seseorang pengamat memperoleh sesuatu pengaiaman estetik sebagai
tanggapan terhadap benda indah itu.
Yang tergolong teori
subyektif ialah yang memandang keindahan dalam suatu hubungan di antara suatu
benda dengan alam pikiran seseorang yang mengamatinya seperti misalnya yang
berupa menyukai atau menikmati benda itu.
(b) TEORI
PERIMBANGAN .
Teori obyektif memandang keindahan
sebagai suatu kwalita dari benda-benda. Kwalita bagaimana yang menyebabkan
sesuatu benda disebut indah telah dijawab oleh bangsa Yunani Kuno dengan teori
perimbangan yang bertahan sejak abab 5 sebelum Masehi sampai abab 17 di Eropa.
Sebagai contoh bangunan arsitektur Yunani Kuno yang berupa banyak tiang besar.
Teori perimbangan tentang keindahan dari
bangsa Yunani Kuno dulu dipahami pula dalam arti yang lebih terbatas, yakni
secara kualitatif yang diungkapkan dengan angka-angka. Keindahan dianggap
sebagai kualita dari benda-benda yang disusun (yakni mempunyai bagian-bagian).
Hubungan dari bagian-bagian yang menciptakan keindahan dapat dinyatakan sebagai
perimbangan atau perbandingan angka-angka.
Bangsa Yunani menemukan bahwa
hubungan-hubungan matematik yang cermat sebagaimana terdapat dalam ilmu ukur
dan berbagai pengukuran proporsi temyata dapat diwujudkan dalam benda-benda
bersusun yang indah. Bahkan Pythagoras yang mencetuskan teori proporsi itu
menemukan bahwa macamnya nada yang dikeluarkan oleh seutas senar teigantung
pada panjang senar itu dan bahwa macamnya nada yang dikeluarkan oleh seutas
senar akan menghasilkan susunan nada yang selaras (yakni indah di dengar),
apabila panjangnya masing-masing senar itu mempunyai hubungan perimbangan
bilangan-bilangan yang kecil misalnya 1:1, 1:2, 2:3 dan seterusnya. Jadi
menurut teori proporsi ini keindahan terdapat dalam suatu benda yang
bagian-bagiannya mempunyai hubungan satu sama lain sebagai bilangan - bilangan
kecil. Contoh visual untuk perimbangan yang menyenangkan dilihat dan karenanya
disebut indah oleh bangsa Yunani dulu ialah bentuk empat persegi, elips yang
masing-masing mempunyai proporsi 1:1,6 atau 3:5. Perimbangan itu dinamakan
perbandingan keemasan (golden ratio).
Teori perimbangan beriaku dari abad ke-5
sebelum masehi sampai abad ke 17 masehi selama 22 abad. Teori tersebut runtuh
karena desakan dari filsafat empirisme dan aliran-aliran termasuk dalam seni.
Bagi mereka keindahan hanyalah kesan yang subyektif sifatnya.
Keindahan hanya ada pada pikiran orang yang menerangkannya
dan setiap pikiran mdihat suatu keindahan yang berbeda-benda. Para seniman romantik
umumnya berpendapat bahwa keindahan sesungguhnya tercipta dari tidak adanya
keteraturan, yakni tersusun dan daya hidup, penggambaran, pelimpahan dan
pengungkapan perasaaa Karena itu tidak mungkin disusun teori umum tentang
keindahan
Komentar
Posting Komentar